Senin, 14 November 2011

Lulusan Fakultas Pertanian di Indonesia

Dalam tulisan ”Lulusan Berkarakter: Calon Pemimpin Masa Depan” telah diinformasikan bahwa hasil penelusuran terhadap 700 wisudawan Fakultas Pertanian (Faperta) UGM yang berasal dari tahun angkatan 1998 sampai dengan 2005 menunjukkan bahwa 75.67% lulusan pertanian ingin mencari pekerjaan. Sebenarnya lulusan pertanian tidak hanya ingin mencari pekerjaan, tetapi terdapat kira-kira 17.00% yang ingin berwiraswasta dan sekitar 6.14% yang ingin langsung melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi (Gambar 1).
Minat lulusan Fakultas Pertanian UGM
Gambar 1. Minat lulusan Fakultas Pertanian UGM 

Hasil penelusuran lebih jauh terhadap alumni yang ingin mencari pekerjaan menunjukkan bahwa hanya sekitar 25.86% yang ingin tetap bekerja sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, sedangkan sisanya tidak memberikan jawaban pasti. Kemudian apabila dikaji lebih jauh, 15.29% lulusan Pertanian UGM ingin bekerja di perbankan, 12.14% di BUMN dan swasta selain perbankan, 11.71% ingin menjadi pegawai negeri sipil di luar peneliti dan tenaga pendidik serta sekitar 9.28% ingin menjadi peneliti dan tenaga pendidik. Untuk yang ingin berwiraswasta, sebagian besar tetap ingin berwiraswasta di bidang yang ditekuni (9.86%), sedang lainnya ingin berwiraswasta di bidang jasa, niaga dan boga. Alumni yang ingin langsung melanjutkan studi sebagian besar memilih untuk pindah bidang (5.0%) dan hanya 1.14% yang tetap ingin mendalami bidang pertanian.
Belajar dari informasi yang diberikan oleh para calon wisudawan Fakultas Pertanian UGM ini mengindikasikan bahwa pertanian telah menjadi bidang yang tidak menarik lagi. Ketidak tertarikan generasi muda terhadap bidang pertanian sebenarnya telah menjadi masalah global. Hanya banyak ahli negara maju mengatakan bahwa ketidak tertarikan tersebut seharusnya tidak perlu terjadi di negara tropika seperti Indonesia, mengingat negara industri yang kuat juga sangat memperhatikan pertanian. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian bersama mengingat pertanian masih menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Beberapa isu global mutakhir yaitu energi dan pangan rasanya menjadikan pertanian ke depan memiliki nilai strategis yang perlu menjadi pusat perhatian. Dalam konteks nasional, dengan pertimbangan letak geografis yang sangat strategis sebagai negara tropika, pertanian harus menjadi lokomotif pembangunan nasional. Oleh karena itu, generasi muda harus disadarkan bahwa pertanian akan membawa kejayaan nasional asalkan ditekuni secara serius.

Petani Tradisional

 
 

Dewasa ini, Sistem pertanian masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan  atau desa nyaris tak tersentuh oleh teknologi. Karena terhambatnya teknologi, mereka menggunakan cara-cara sebagaimana yang sudah diajarkan secara turun-temurun, atau yang disebut tradisional. Masyarakat pedesan yang jauh dari teknologi bertani itu tidak hanya sekadar menanam, memanen, kemudian menjual hasil panen. Mereka mempunyai adat istiadat yang sangat kental yang hubungannya dengan pertanian. Misal, sebelum memasuki musim tanam mereka mengadakan upacara adat untuk meminta kepada Yang Maha Kuasa agar musim tanam akan menjadi berkah bagi mereka. Selain ketika musim panen mereka akan mengadakan upacara syukuran, untuk mengungkapkan rasa syukur atas karunia Yang Maha Kuasa.
 Petani tradisional tidak menanam bibit unggul hasil penemuan para ahli. Kebanyakan mereka enggan untuk membeli bibit-bibit yang dijual di pasaran, selain pertimbangan harga juga kekhawatiran terhadap hama yang ditimbulkan, belum lagi pengadaan pestisida dengan merk tertentu yang harus digunakan dan pastinya tidak sedikit biaya yang dikeluarkan oleh petani.
Mereka memilih menanam jenis padi yang biasa ditanam oleh para pendahulunya. Jenis padi yang ditanam disesuaikan dengan perhitungan musim, untuk menjaga ketahanan tanaman padi dari gangguan hama sehingga terhindar dari gagal panen.
Dalam mengolah sawah petani lebih memilih sapi atau kerbau sebagai alat membajak sawah. Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk sewa traktor, tenaga sapi atau kerbau juga lebih ramah lingkungan dan hasilnya lebih dalam.
Penggunaan pupuk kimia dan pestisida oleh petani tradisional relatif sedikit karena harganya tidak terjangkau, sehingga petani lebih mengandalkan pupuk kandang.
Ketahanan pangan dan kemandirian petani tradisional sebenarnya sudah terbentuk sejak jaman nenek moyang, mereka tinggal melanjutkan dan menjaga kelestarian alam. Kearifan lokal petani tradisional bukan berarti menolak teknologi modern, penggunaan alat trasportasi dan mesin penggilingan padi menjadi bukti teknologi itu diterima.
Banyak kalangan yang mengharapkan perubahan pada petani tradisional dengan maksud meningkatkan kualitas hidup. Melalui penyuluhan dengan usaha merubah dari petani tradisional ke arah petani modern. Petani diharapkan mampu meningkatkan sumber pendapatan dari produksi pertaniannya, petani tidak sekedar bercocok tanam.
Sementara dalam kehidupan modern justru pola hidup dengan mengkonsumsi produk pertanian organik. Dewasa ini orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Hal inilah yang semestinya disampaikan kepada masyarakat petani tradisional yang artinya produk merekalah yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat modern. Oleh karena itu petani tradisional diharapkan mampu meningkatkan kualitas untuk memenuhi permintaan akan produk pertanian organik yang semakin meningkat.