A.
ABSOLUTE
ADVANTAGE
Adam Smith mengemukakan teori
absolute advantage (keunggulan mutlak) sebagai berikut. Setiap negara akan
memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki
keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara
tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute advantage). Secara
matematis, teori absolute advantage dari adam smith dapat diilustrasikan dengan
data hipotesis sebagai berikut.
Tabel. Data Hipotesis Teori
Absolute Advantage dari Adam Smith
Produk per satuan tenaga kerja/hari
|
Teh
|
Sutra
|
DTDN (Dasar Tukar Dalam Negeri)
|
Indonesia
|
12 kg
|
3m
|
4kg = 1m
1kg = 1/4m |
Cina
|
4 kg
|
8m
|
1/2kg = 1m
1kg = 2m |
Teori absolute advantage ini didasarkan
kepada beberapa asumsi pokok antara lain sebagai berikut:
a.
Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga
kerja.
b.
Kualitas barang yang diproduksi kedua negara
sama.
c.
Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa
uang.
d.
Biaya transport diabaikan.
Berdasarkan ilustrasi di atas
dapat diketahui bahwa tenaga kerja Indonesia memiliki keunggulan absolute dalam
produksi teh (12 kg), sedangkan Cina memiliki keunggulan absolute dalam
produksi sutra (8m). Berdasarkan DTDN dapat dilihat:
a.
Harga 1 kg teh di Indonesia lebih murah (hanya
¼ sutra) dibandingkan dengan di Cina yang lebih mahal (yaitu 2 m sutra)
b.
Sebaliknya, harga 1 m sutra di Cina lebih murah
(hanya ½ kg teh) dibandingkan dengan di Indonesia yang lebih mahal (yaitu 4 kg
teh).
Berdasarkan perbandingan DTDn
pada kedua negara di atas, maka dapat disimpulkan:
a.
Indonesia memiliki keunggulan absolute dalam
produksi teh sehingga akan melakukan spesialisasi produksi dan ekspor teh ke
Cina. Sebaliknya, Indonesia akan mengimpor sutra ke Cina.
b.
Cina memiliki keunggulan absolute dalam
produksi sutra sehingga akan melakukan spesialisasi produksi dan ekspor sutra
ke Indonesia. Sebaliknya, Cina akan mengekspor teh dari Indonesia.
B. COMPARATIVE ADVANTAGE
Suatu negara akan mengekspor
hasil produksi yang daripada terdapat keuntungan yang lebih besar (comparative
advantage) dan mengimpor barang yang keuntungan produksinya lebih kecil
(comparative advantage).
Menurut teori comparative
advantage, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional
jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara
tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang dimana
negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan
hipotesis teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost
comparative advantage.
Negara
|
Produksi
|
|
1 kg gula
|
1 m kain
|
|
Indonesia
|
3 hari kerja
|
4 hari kerja
|
Cina
|
6 hari kerja
|
5 hari kerja
|
Perhitungan Cost Comparative
|
||
Perbandingan Cost
|
1 kg gula
|
1m kain
|
Indonesia/Cina
|
3/6 HK
|
4/5 HK
|
Cina/Indonesia
|
6/3 HK
|
5/4 HK
|
Berdasarkan perbandingan cost
comparative advantage dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien
dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 kg gula (3/6 atau ½ hari kerja)
daripada produksi 1 meter kain (4/5 hari kerja). Hal ini akan mendorong
Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula.
Sebaliknya, tenaga kerja Cina
ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam produksi 1
meter kain (3/6 hari kerja)daripada produksi 1 kg gula (6/3 atau 2/1 hari
kerja). Hal ini mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
Teori dari Ricardo ini
berpegang pada asumsi – asumsi sebagai berikut:
a.
Bahwa teori ini didasarkan atas labour theory
of value ( bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang
digunakan untuk menghasilkan barang tersebut).
b.
Bahwa perdagangan internasional dilihat sebagai
pertukaran barang dengan barang (barter).
c.
Tidak diperhitungkan biaya daripada
pengangkutan dan lainnya di dalam pemasaran.
d.
Produksi dijalankan dengan biaya yang tetap.
e.
Bahwa faktor produksi sama sekali tidak mobil
antar negara.